Memperingati 16 Tahun Kerjasama
Setelah acara peresmian PTSP Online, Pusat Data dan Aplikasi Vision Ditjen Badilag pada pagi Selasa tanggal 28 Juli 2020, diadakan acara Pertemuan Virtual antara Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Family Court of Australia memperingati 16 tahun kerjasama pengadilan dari dua negara di badilag Command Center.
Ketua Mahkamah Agung RI, YM Dr. Syarifuddin, S.H.,M.H. didampingi, Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Non Yudisial, YM. Dr. Sunarto, S.H. M.H., Ketua Kamar Pembinaan, Ketua Kamar Agama, Ketua Kamar Tata Usaha Negara, Ketua Kamar Militer, Ketua Kamar Pidana, Ketua kamar Pengawasan dan Ketua kamar Perdata. Selain itu juga hadir Panitera, Sekretaris, Dirjen Badilag, Dirjen Badilum, Dirjen Miltun, Kepada Badan Pengawasan dan Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil MARI.
Dari Family Court of Australia, Chief Justice William Alstergren didampingi Deputy Chief Justice Robert McClelland, Justice Judith Maureen Ryan, Justice Margareth Cleary, dan Chief Executive Officer FCoA, David Pringle, dan Kirsteen Attard, serta dari Australia Partnership For Justice (AIPJ) Craig Ewers, Leisha Lister, Cate Sumner dan Wahyu Widiana.Acara yang seharusnya diadakan secara langsung ini terpaksa diadakan secara virtual dikarenakan pandemi Covid-19.
Pengadilan Keluarga di Masa Pandemi Covid-19
Dalam kesempatan ini, sebagai pengantar pertemuan, Dirjen Badilag, Dr. Drs. Aco Nur, S.H., M.H. dari MARI dan Justice Judith Maureen Ryan dari FCoA berbicara tentang capaian, program kerja dan agenda kedepan terkait hasil kerjasama yang selama ini telah dilakukan dalam penguatan kapasitas lembaga peradilan dan penguatan akses kepada pengadilan bagi masyarakat rentan.
Sebagai pembicara utama Ketua MARI menyampaian beberapa poin terkait hubungan antara Mahkamah Agung RI dan Family Court Of Australia. H. M. Syarifuddin menyampaikan rasa senang dan bangganya karena bisa bertemu dan saling sapa dengan Chief Justice Family Court of Australia Edvard William Alstergren dan para kolega di Family Court of Australia, meskipun hanya di dunia maya. “Pandemi Covid 19 memaksa kita untuk sejenak tidak bersua dan bertatap muka secara langsung. Semoga hal ini tidak mengurangi kualitas dari pertemuan yang dilandasi oleh niat dan semangat yang tulus untuk sama-sama membangun sistem peradilan yang kita cita-citakan,” ujarnya.
H. M. Syarifuddin mengingatkan bahwa pada tahun 2004, telah ditandatangani suatu perjanjian yang bersejarah antara pengadilan di dua negara yang dilandasi kesadaran akan pentingnya kerjasama untuk memperkuat hubungan bilateral antara Australia dan Indonesia. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masing-masing negara tentang sistem hukum dan lembaga hukum satu sama lain dengan maksud meningkatkan rasa saling menghormati.
Lebih dari satu setengah dasawarsa hubungan yang baik ini berjalan, berbagai kegiatan dan kerjasama telah dilakukan, berbagai macam capaian telah diraih, perubahan-perubahan telah terjadi dan memberi dampak yang signifikan terhadap peningkatan kapasitas pengadilan. “Hal yang cukup terlihat jelas sebagai hasil kerjasama Mahkamah Agung RI dan Family Court of Australia ini adalah semakin meningkatnya kapasitas pengadilan dan semakin baiknya akses masyarakat rentan terhadap pengadilan,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, H. M. Syarifuddin juga menyampaikan 3 permasalahan yang perlu dicermati bersama, untuk kemudian ditindak lanjuti dalam konteks kerjasama ini. Tiga permasalahan itu adalah Pengadilan Keluarga di Masa Pandemi Covid19, Perlindungan Hukum Perempuan dan Anak, dan Layanan Disabilitas di Pengadilan.
Diakhir pidato H. M. Syarifuddin mengatakan, pandemi COVID-19 menjadi salah satu kendala untuk membahas secara intens kerjasama-kerjsasama lainnya yang bisa diperbaharui ke depannya. Namun, ia yakin penghubung dari ketiga lembaga peradilan telah membangun komunikasi untuk melakukan update terhadap MoU tahun 2017. “Hasil-hasil dari komunikasi inilah yang nantinya akan menjadi bahan pembahasan bagi kita dalam melanjutkan kerjasama yang tentunya kita harapkan memberikan manfaat dalam hubungan kedua Negara di bidang hukum. Semoga pandemi Covid 19 cepat berlalu dan kondisi mulai normal, saya berharap kita bisa bertemu secara langsung suatu saat nanti,” pungkasnya.
Merespon pidato Ketua MARI, Chief Justice William Alstergren menyampaikan bahwa selama ini telah banyak capaian-capaian besar selama kemitraan ini berlangsung, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Dirjen Badilag, Dr. Aco Nur dan Justice Ryan. Kemitraan ini juga telah menghasilkan perubahan kebijakan signifikan yang telah memberikan perubahan nyata bagi perempuan dan anak di Indonesia.
Will Alstergren juga menyampaikan bahwa dampak pandemi COVID-19 ini, pengadilan menghadapi tantangan baru dan harus terus mencari bagaimana pengadilan dapat memberikan layanan dan memastikan keadilan di masa-masa sulit ini. “Kita perlu terus mengevaluasi pemberian layanan di pengadilan, terus beradaptasi dan menanggapi lingkungan yang berubah di sekitar kita. Bahkan tanpa pandemi-pun, sangat penting bagi pengadilan untuk mempertahankan proses pemantauan, refleksi dan merespon secara berkelanjutan agar dapat melayanimasyarakat dengan lebih baik dan memberikan keadilan.” Ungkapnya.
Fokus Kerjasama Kedepan
Tahun-tahun mendatang akan menjadi tantangan bagi kita semua dan menurutnya, kerjasama antar pengadilan (Court to Court) sebaiknya difokuskan pada permasalahan eksekusi putusan agar putusan pengadilan khususnya terkait nafkah anak dan istri dapat dilaksanakan di lebih dari setengah juta perkara perceraian yang diajukan di Indonesia, Meningkatkan akses untuk mendapatkan bantuan hukum melalui “layanan bantuan hukum virtual” sebagai alternatif bagi para pencari keadilan sehingga tidak perlu
datang ke pengadilan untuk meminta nasihat/bantuan hukum; dan terus bekerja dengan badan-badan pemerintah Indonesia guna mengembangkan dan mengimplementasikan alokasi anggaran nasional untuk memastikan pengadilan dapat memberikan pembebasan biaya perkara.
Tanggal 31 Juli 2020 menandakan 3 tahun berjalannya MoU dalam bidang kerjasama peradilan antara pengadilan di dua negara ini serta menandai akhir dari periode 3 tahun yang disepakati sebagai jangka waktu implementasi kegiatan-kegiatan sebagaimana tertuang dalam MoU yang ditandatangani pada 31 Juli 2017 di Melbourne. Sementara ini pembaharuan MoU baru akan menunggu perkembangan penyebaran Covid-19 di kedua negara. (ajda/ahb)
Sumber: Badilag