[Doha, 10/5/2023]
Jika kita mendengar kata “perpustakaan”, sering kali image yang muncul di benak kita selalu berupa ruangan yang kaku dan tidak menarik. Tapi tidak demikian halnya jika kita bertandang ke Qatar National Library.
Hal ini disaksikan langsung oleh para delegasi Diklat Indonesia yang diajak berkeliling di perpustakan megah hasil desain arsitek Belanda ini. Terletak di area seluar 4500 meter persegi, perpustakaan ini mengadopsi konsep Green Library.
“Sistem pencahayaan siang hari di gedung ini tidak menggunakan lampu listrik, tapi menggunakan cahaya matahari alamiah yang masuk melalui celah-celah yang didisain sedemikian rupa dan dipantulkan oleh lantai”. Jelas Muhammad Saif selaku Direktur Komunikasi pada Bagian Hubungan Luar Negeri National Library of Qatar.
Kecanggihan perpustakaan ini begitu terasa ketika asa warga yang ingin meminjam atau pun mengembalikan buku, di mana seluruh sistemnya telah menggunakan pola elektronik dan tidak perlu bertemu dengan siapa pun. Cukup dengan memindai barcode, peminjam buku bisa langsung membawa buku kesukaannya pulang ke rumah sela 21 hari. Selanjutnya, ia bisa mengembalikan buku juga melalui pindai barcode di tempat yang disediakan, lalu buku akan dibawa oleh rel otomatis ke raknya semula.
Yang tak kalah menarik, adalah ruang baca di perpustakaan ini yang didesain variatif, ada yang berbentuk meja, ada bentuk sofa sehingga pembaca buku merasa sedang santai di rumah, ada yang di kursi santai, ada juga bar cafe, bahkan disediakan juga kasur elegan untuk yang ingin membaca sambil tiduran. Selain itu, ada juga ruang baca kedap suara bagi yang tidak ingin kebisingan.
Koleksi buku di perpustakaan ini sangat luar biasa, mulai dari buku-buku era kuno, abad pertangahan hingga modern. Sebagian buku yang baru terbit dipajang di sushi bar, selain juga ditata rapi sesuai genre yang ada. Buku-buku di sini terdiri dari berbagai bahasa, dan mencakup seluruh disiplin ilmu, baik untuk dewasa hingga anak-anak. Yang paling berkesan, perpustakaan ini juga menyimpan koleksi buku klasik dan manuskrip yang berusia ribuan tahun.
“Di sini kami memiliki koleksi lebih dari 4000 manuskrip yang diperoleh dari berbagai negara, ada yang kami dapat dari perorangan maupun kami beli dari lelang”. Jelas Mahmud Zaki selaku penanggungjawab urusan manuskrip. “Ketika kolonisasi Eropa berakhir, mereka membawa banyak manuskrip Islam ke Eropa. Nah, kita berusa kembali untuk mendapatkan manuskrip-manuskrip tersebut”. Tambahnya.
Selanjutnya delegasi diajak berkeliling melihat-lihat koleksi manuskrip, di antaranya beberapa lembaran tulisan tangan dari kitab al-Qanun fi al-Thibb yang ditulis oleh Ibnu Sina serta terjemahannya dalam bahasa Latin. Bahkan beberapa manuskrip dari Negeri Melayu/Nusantara dan China pun tersimpan baik di perpustakaan ini, misalnya sebuah mushaf al-Quran bertulis tangan dari Terengganu dari abad ke XIV.
Sebagian besar buku di perpustakaan ini telah didigitalisasi di mana sebagiannya dapat diakses oleh penduduk Qatar secara cuma-cuma. Namun tak hanya berkutat soal buku, perpustakaan ini juga menyediakan ruang kreatif untuk menarik minat anak-anak muda untuk mencintai dunia literasi, ada studio editing foto, video, ruang bermain dengan gadget terbaru, dan lain sebagainya. [**Amfr, Arm]