Jakarta-Humas : Upaya mewujudkan keadilan melalui teknologi dan inovasi merupakan jalan yang panjang berliku, dan terkadang sulit, tentunya masih banyak kekurangan, oleh karena itu pelajaran yang dapat dipetik dari Indonesia adalah bahwa modernisasi dan inovasi membutuhkan kreativitas dan kepekaan untuk mampu mengubah keterbatasan menjadi peluang dan mengelola strategi implementasi dengan baik. Kami memahami bahwa modernisasi dan inovasi adalah agenda yang tidak pernah berakhir, oleh karena itu diperlukan strategi jangka menengah dan jangka panjang.
Hal ini disampaikan Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H dalam acara Forum Konferensi Ketua Mahkamah Agung Asia dan Pasifik ke 18 secara daring, pada hari Rabu 16 November 2022, bertempat diconference Center Mahkamah Agung.
Dalam pidatonya Prof Syarifuddin mengatakan Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam dua dasawarsa terakhir, ternyata memberikan pengaruh yang sangat penting dalam setiap aspek kehidupan, termasuk penyelenggaraan peradilan dan pelayanan peradilan. Model pelayanan hukum dan peradilan secara tatap muka mulai dianggap kurang efisien, karena membutuhkan waktu dan biaya yang terlalu banyak, dibandingkan dengan beban kerja yang terus meningkat dan tuntutan para pihak yang berperkara serta sulit untuk mengikuti prinsip-prinsip dimana kebutuhan pengadilan. untuk menyediakan layanan yang sederhana, cepat dan hemat biaya.
Lebih lanjut, Mahkamah Agung RI telah mengantisipasi perkembangan teknologi melalui cetak biru reformasi peradilan 2010-2035. Dalam cetak biru tersebut, Mahkamah Agung RI menetapkan bahwa salah satu tugas Mahkamah Agung adalah memastikan proses penegakan hukum sesuai dengan perkembangan teknologi. Oleh karena itu, sejak tahun 2010, Mahkamah Agung Republik Indonesia mulai menyusun road map yang memungkinkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan perkara bagi lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia.
“Inovasi terbaru adalah diundangkannya Perma Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik atau disebut juga dengan Peraturan E-Court. Peraturan ini, memungkinkan pengguna terdaftar untuk mengajukan gugatan di bidang perdata, perdata agama, Tata Usaha Negara dan Tata Usaha Militer secara elektronik dari mana saja ke semua pengadilan di Indonesia, tanpa perlu datang ke gedung pengadilan, membuat biaya pendaftaran dan panggilan jauh lebih rendah. Peraturan ini semakin disempurnakan pada tahun 2019 melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 yang memperkenalkan litigasi elektronik”, tegasnya.
“Inovasi terbaru yang dikembangkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah aplikasi e-Berpadu atau aplikasi yang memungkinkan permintaan layanan pengadilan terkait pidana seperti izin penggeledahan, izin sita, perpanjangan penahanan, penangguhan penahanan, pemindahan berkas perkara pidana secara elektronik, permohonan penetapan diversi, Permohonan peminjaman dan penggunaan barang bukti, dan Permohonan izin kunjungan narapidana dilakukan secara daring tanpa kewajiban datang ke pengadilan secara fisik”, tutur Mantan Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung.
Acara Forum Konferensi Ketua Mahkamah Agung Asia dan Pasifik ke 18 yang digelar dari tanggal 16-17 November 2022 diHongkong ini, dihadiri oleh Chief Justice Andrew Cheung, Chief Justice Andrew Bell, ketua Komite Yudisial LAWASIA dan para undangan lainnya. (Humas)
Sumber: Mahkamah Agung RI